3 Agresi Militer Yang Di Lakukan Indonesia
1. Timor Leste
Operasi Seroja adalah sandi untuk invasi Indonesia ke Timor Timur yang
dimulai pada tanggal 7 Desember 1975. Pihak Indonesia menyerbu Timor
Timur karena adanya desakan Amerika Serikat dan Australia yang
menginginkan agar Fretilin yang berpaham komunisme tidak berkuasa di
Timor Timur. Selain itu, serbuan Indonesia ke Timor Timur juga karena
adanya kehendak dari sebagian rakyat Timor Timur yang ingin bersatu
dengan Indonesia atas alasan etnik dan sejarah.
Angkatan Darat Indonesia mulai menyebrangi perbatasan dekat Atambua
tanggal 17 Desember 1975 yang menandai awal Operasi Seroja. Sebelumnya,
pesawat-pesawat Angkatan Udara RI sudah kerap menyatroni wilayah Timor
Timur dan artileri Indonesia sudah sering menyapu wilayah Timor Timur.
Kontak langsung pasukan Infantri dengan Fretilin pertama kali terjadi di
Suai, 27 Desember 1975. Pertempuran terdahsyat terjadi di Baucau pada
18-29 September 1976. Walaupun TNI telah berhasil memasuki Dili pada
awal Februari 1976, namun banyak pertempuran-pertempuran kecil maupun
besar yang terjadi di seluruh pelosok Timor Timur antara Fretilin
melawan pasukan TNI. Dalam pertempuran terakhir di Lospalos 1978,
Fretilin mengalami kekalahan telak dan 3.000 pasukannya menyerah setelah
dikepung oleh TNI berhari-hari. Operasi Seroja berakhir sepenuhnya pada
tahun 1978 dengan hasil kekalahan Fretilin dan pengintegrasian Timor
Timur ke dalam wilayah NKRI.
Selama operasi ini berlangsung, arus pengungsian warga Timor Timur ke
wilayah Indonesia mencapai angka 100.000 orang. Korban berjatuhan dari
pihak militer dan sipil. Warga sipil banyak digunakan sebagai tameng
hidup oleh Fretilin sehingga korban yang berjatuhan dari sipil pun cukup
banyak. Pihak Indonesia juga dituding sering melakukan pembantaian pada
anggota Fretilin yang tertangkap selama Operasi Seroja berlangsung.
2. Papua Barat
Operasi Trikora, juga disebut Pembebasan Irian Barat, adalah konflik 2
tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua
bagian barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Soekarno (Presiden
Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara
Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando Mandala. Mayor Jenderal
Soeharto diangkat sebagai panglima. Tugas komando ini adalah
merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk
menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.
Pertempuran Laut Aru pecah pada tanggal 15 Januari 1962, ketika 3 kapal
milik Indonesia yaitu KRI Macan Kumbang, KRI Macan Tutul yang membawa
Komodor Yos Sudarso, dan KRI Harimau yang dinaiki Kolonel Sudomo,
Kolonel Mursyid, dan Kapten Tondomulyo, berpatroli pada posisi 4°49' LS
dan 135°02' BT. Menjelang pukul 21:00 WIT, Kolonel Mursyid melihat tanda
di radar bahwa di depan lintasan 3 kapal itu, terdapat 2 kapal di
sebelah kanan dan sebelah kiri. Tanda itu tidak bergerak, dimana berarti
kapal itu sedang berhenti. Ketika 3 KRI melanjutkan laju mereka,
tiba-tiba suara pesawat jenis Neptune yang sedang mendekat terdengar dan
menghujani KRI itu dengan bom dan peluru yang tergantung pada parasut.
Kapal Belanda menembakan tembakan peringatan yang jatuh di dekat KRI
Harimau.
Kolonel Sudomo memerintahkan untuk memberikan tembakan balasan, namun
tidak mengenai sasaran. Akhirnya, Yos Sudarso memerintahkan untuk
mundur, namun kendali KRI Macan Tutul macet, sehingga kapal itu terus
membelok ke kanan. Kapal Belanda mengira itu merupakan manuver berputar
untuk menyerang, sehingga kapal itu langsung menembaki KRI Macan Tutul.
Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini setelah menyerukan pesan
terakhirnya yang terkenal, "Kobarkan semangat pertempuran".
KRI Irian, Kapal perang terbesar yang pernah di miliki indonesia (hanya
ada 3 di dunia, 2 di uni soviet 1 di Indonesia), kapal perang raksasa
ini juga ambil bagian dalam operasi Trikora dalam pembebasan papua barat
Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Mayjen Soeharto melakukan operasi
infiltrasi udara dengan menerjunkan penerbang menembus radar Belanda.
Mereka diterjunkan di daerah pedalaman Papua bagian barat. Penerjunan
tersebut menggunakan pesawat angkut Indonesia, namun operasi ini hanya
mengandalkan faktor pendadakan, sehingga operasi ini dilakukan pada
malam hari. TNI Angkatan Laut kemudian mempersiapkan Operasi Jayawijaya
yang merupakan operasi militer terbesar dalam sejarah Indonesia. Lebih
dari 100 kapal perang, ribuan artileri berat termasuk 300an tank dan
16.000 prajurit disiapkan dalam operasi tersebut.
Sialnya sebelum Indonesia sempat menyerang papua barat pesawat mata-mata
Amerika berhasil memotret konsentrasi militer sangat besar di laut
ambon, Amerika yang khawatiran bahwa pihak komunis akan mengambil
keuntungan dalam konfik ini dan kemungkinan lain yang lebih besar yaitu
perang dunia 3 karena saat itu Indonesia disokong besar-besar dibidang
militer oleh Uni Soviet yang menjadi musuh bebuyutan Amerika yang
membela Belanda, Sehari kemudian Amerika Serikat mendesak Belanda untuk
berunding dengan Indonesia. Karena usaha ini, tercapailah persetujuan
New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Pemerintah Australia yang awalnya
mendukung kemerdekaan Papua, juga mengubah pendiriannya, dan mendukung
penggabungan dengan Indonesia atas desakan AS.
3. Malaysia
Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio
mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap
Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan
militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar
propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase. Tanggal 3 Mei 1963
di sebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Sukarno
mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya: Pertinggi
ketahanan revolusi Indonesia, Bantu perjuangan revolusioner rakyat
Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia
Di bulan Agustus, enam belas agen bersenjata Indonesia ditangkap di
Johor. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di perbatasan juga
meningkat. Tentera Laut DiRaja Malaysia mengerahkan pasukannya untuk
mempertahankan Malaysia. Tentera Malaysia hanya sedikit saja yang
diturunkan dan harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit
komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah masuknya pasukan
Indonesia ke Malaysia. Sebagian besar pihak yang terlibat konflik
senjata dengan Indonesia adalah Inggris dan Australia, terutama pasukan
khusus mereka yaitu Special Air Service(SAS). Tercatat sekitar 2000
pasukan Indonesia tewas dan 200 pasukan Inggris/Australia (SAS) juga
tewas setelah bertempur di belantara kalimantan (Majalah Angkasa Edisi
2006).
Pada 17 Agustus pasukan terjun payung mendarat di pantai barat daya
Johor dan mencoba membentuk pasukan gerilya. Pada 2 September 1964
pasukan terjun payung didaratkan di Labis, Johor. Pada 29 Oktober, 52
tentara mendarat di Pontian di perbatasan Johor-Malaka dan membunuh
pasukan Resimen Askar Melayu DiRaja dan Selandia Baru dan menumpas juga
Pasukan Gerak Umum Kepolisian Kerajaan Malaysia di Batu 20, Muar, Johor.
Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap. Sukarno
menarik Indonesia dari PBB pada tanggal 20 Januari 1965. Pada
pertengahan 1965, Indonesia mulai menggunakan pasukan resminya. Pada 28
Juni, mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur Pulau Sebatik dekat
Tawau, Sabah dan berhadapan dengan Resimen Askar Melayu Di Raja dan
Kepolisian North Borneo Armed Constabulary.
Pada 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih 5000
orang melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di Semporna. Serangan
dan pengepungan terus dilakukan hingga 8 September namun gagal.
Peristiwa ini dikenal dengan "Pengepungan 68 Hari" oleh warga Malaysia.
Menjelang akhir 1965, Jendral Soeharto memegang kekuasaan di Indonesia
setelah berlangsungnya G30S. Oleh karena konflik domestik ini, keinginan
Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi berkurang dan
peperangan pun mereda.
Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan
pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan
berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11
Agustus dan diresmikan dua hari kemudian.